Beranda Riau Jikalahari dan Walhi Riau Nilai Menteri ATR BPN Biarkan Korban Kritis Pulau...

Jikalahari dan Walhi Riau Nilai Menteri ATR BPN Biarkan Korban Kritis Pulau Mendol

10
Spread the love

PEKANBARU, RIAUTERBARU.com – Walhi Riau dan Jikalahari menilai kecelakaan yang menimpa aktifis Said Abu Sofyan, Kazzaini KS dan Afif yang termasuk dalam 18 orang yang berangkat dari Pekanbaru menuju Jakarta menggunakan kendaraan roda empat langsung maupun tidak langsung merupakan tanggungjawab Menteri ATR BPN, sebab keberangkatan mereka ke Jakarta bentuk lambannya respon Kementerian ATR BPN.

”Bila Menteri ATR/ Kepala BPN segera mengabulkan tuntutan masyarakat untuk mencabut HGU PT TUM, masyarakat tidak akan bergerak ke Jakarta dan kecelakaan tidak akan terjadi,” kata Even Sembiring Direktur Eksekutif Walhi Riau.

Pada 17 September 2022, 18 orang masyarakat Pulau Mendol berangkat ke Jakarta dari Pelalawan setelah dilepas oleh Nasarudin Wakil Bupati Pelalawan untuk bertemu dengan salah satunya Kementerian ATR BPN. Tuntutan mereka hanya satu, yakni mencabut Hak Guna Usaha PT Trisetia Usaha Mandiri (TUM).

Namun esoknya tersiar kabar aktifis Said Abu Sofyan, Kazzaini KS dan Afif mengalami kecelakaan. Abu Sofyan mengalami luka berat pada kepala dan belum sadarkan diri, Kazzaini KS patah tangan kiri dan Afif jarinya patah.

Sebelumnya konflik Pulau Mendol kembali membara pada Juli 2022 paska PT TUM menebang hutan alam dan merusak gambut di Pulau Mendol. Ratusan masyarakat protes hingga menahan alat berat yang sedang bekerja. Sejak saat itu Said Abu Sofyan lantang menyuarakan protes bersama masyarakat Mendol hingga mendatangi kantor BPN. Di bulan itu pula, Bupati Pelalawan Zukri Misran menyurati PT TUM hentikan aktifitas dan menegaskan areal PT TUM telah dicabut pada 2020.

Even Sembiring, Direktur Eksekutif WALHI Riau meminta Kementerian ATR/ BPN harus segera mencabut izin PT TUM, perjuangan panjang masyarakat menuju Jakarta hanya dapat ditebus dengan cara pencabutan izin HGU seluas 6.055,77 ha.

Baca Juga:  Covid 19 di Riau Melonjak Bertambah 42 Kasus

“WALHI Riau sudah menyampaikan persoalan HGU di Pulau Kecil Mendul kepada Wakil Menteri ATR/ Wakil Kepala BPN pada 12 September 2022. Selanjutnya, masyarakat Kecamatan Kuala Kampar, Pulau Mendol didampingi Kazaini KS dan Said Abu Sofyan berencana kembali menemui Wakil Menteri. Sayangnya, walaupun pertemuan tersebut berlangsung pada 20 September 2022, SAS tidak dapat ikut karena dalam kondisi belum sadar dan dirawat di rumah sakit,” ujar Even.

HGU PT TUM terbit berdasarkan Keputusan Menteri Agraria dan Tata Ruang/ Kepala Badan Pertanahan Nasional Nomor: 103/HGU/KEM-ATR/BPN/ 2017 tanggal 19 Oktober 2017. Merujuk tanggal penerbitan Keputusan tersebut, maka aktivitas PT TUM dipertengahan 2022 sudah lebih tiga tahun dari tanggal penerbitan keputusan.

Mengapa Menteri ATR/ Kepala BPN Harus Mencabut HGU PT TUM?

Penerbitan HGU di atas wilayah pulau kecil dan wilayah kelola rakyat di Pulau Mendul dapat menggambarkan mengapa laju Tanah Objek Reforma Agraria (TORA) begitu lambat pada periode Menteri Sofyan Djalil. Lebih jauh, sebaran HGU yang tersebar di lima desa; (1) Desa Sungai Solok (136,49 ha); (2) Desa Teluk Bakau (382,24 ha); (3) Desa Teluk Beringin (715,14 ha); (4) Desa Teluk Dalam (2430,07 ha); dan (5) Desa Teluk (2443,36) ha . Hasil olah citra satelit tutupan hutan dengan kerapat >30% berada di Desa Teluk Dalam. Hasil tumpang susun dengan peta Fungsi Ekosistem Gambut (FEG) KLHK tahun 2017, areal HGU PT TUM dominan berada pada indikatif Fungsi Lindung Ekosistem Gambut (FLEG). HGU diterbitkan di atas 9,96 ha fungsi lindung ekosistem gambut non kubah gambut dan 5.679,53 ha fungsi lindung ekosistem gambut kubah gambut.

Ketentuan Pasal 23 ayat (2) Undang-Undang Nomor 27 Tahun 2007 tentang Pengelolaan Wilayah Pesisir Dan Pulau-Pulau Kecil konservasi secara tegas menyebut pemanfaatan pulau kecil diprioritaskan untuk kepentingan konservasi; pendidikan dan pelatihan; penelitian dan pengembangan; dan budidaya laut. Pembangkangan terhadap peraturan perundang-undangan, komitmen TORA dan perlindungan ekosistem gambut telah dilakukan Sofyan Djalil dalam penerbitan HGU PT TUM. Menteri Hadi Tjahyanto dan Wakil Menteri Raja Juli Antoni harus meluruskan kebijakan tersebut.

Baca Juga:  Pakai Rapat Adat, 6 Santriwati dari Suku Melayu Tua Belajar di Rumah Quran Milik UAS

“Pulau Mendol yang dikenal juga dengan nama Pulau Penyalai merupakan pulau yang luasnya hanya 312,89 km2. Undang-Undang Wilayah Pesisir Dan Pulau-Pulau Kecil tegas disebut pulau kecil adalah pulau dengan luas lebih kecil atau sama dengan 2.000 km2 beserta kesatuan Ekosistemnya. Selain melanggar ketentuan tersebut, proses awal penerbitan HGU PT TUM sudah menabrak berbagai peraturan perundang-undangan lainnya. Pasca HGU terbit, lagi dan lagi PT TUM tidak patuh pada kewajibannya. Jadi tidak ada alasan Menteri ATR/ Kepala BPN tidak memenuhi tuntutan masayrakat untuk segera mencabut HGU PT TUM,” sebut Even Sembiring.

Made Ali Koordinator Jikalahari menyebut aktivitas PT TUM telah mengganggu kelestarian ekosistem gambut dan dilakukan tanpa izin usaha perkebunan.

PT TUM tidak lagi mempunyai izin usaha perkebunan, pada 13 April 2020 terbit Keputusan Bupati Pelalawan KPTS.522/DPMPTSP/2020/401 yang menyatakan Pencabutan Izin Usaha Perkebunan-Budidaya (IUP-B) Kelapa Sawit PT Trisetia Usaha Mandiri. Keputusan tersebut memerintahkan kepada PT TUM untuk menghentikan semua kegiatan bentuk usaha perkebunannya. Keputusan ini diikuti Kepala Dinas Penanaman Modal dan Pelayanan Terpadu Satu Pintu Kabupaten Pelalawan dengan mengirim surat kepada Menteri ATR/ Kepala BPN yang memuat usulan pembatalan HGU PT TUM. Selanjutnya, pada 11 Juli 2022 Zukri selaku Bupati Pelalawan mengirim surat kepada Direktur PT TUM untuk menghentikan aktivitas dan mengeluarkan areal kerja di areal yang berkonflik dengan masyarakat.

“Berdasarkan dokumen yang kami miliki, jelas dan terang secara de facto dan de jure PT TUM merupakan korporasi yang layak segera dicabut HGU-nya. Kementerian ATR/BPN harus fokus menyegerakan pencabutan izin dan menyiapkan areal tersebut menjadi objek TORA. Skema legalisasi maupun redistribusi merupakan solusi utama untuk meredakan konflik dan memuliakan keadilan untuk lingkungan hidup dan masyarakat,” tambah Made.

Baca Juga:  Calon Ketua PWI Riau, Syafriadi: Sekali Layar Terkembang, Pantang Surut ke Belakang

Guna menyegerakan pencabutan HGU tersebut, WALHI Riau dan Jikalahari menyatakan solidaritas terhadap perjuangan masyarakat Kecamatan Kuala Kampar, Kabupaten Pelalawan. Sekaligus mendesak Menteri ATR/ Kepala BPN untuk mencabut HGU PT TUM dan ambil bagian dalam pendampingan kesembuhan sahabat kami, pejuang agraria, Said Abu Sofyan.